Cara Beriman kepada Kitab-Kitab Allah
Secara etimologis, kata “kitab” berarti “sesuatu yang tertulis” atau “sesuatu yang dikumpulkan”. Akar kata ini entah bagaimana menghubungkan satu sama lain, sedemikian rupa sehingga “kitab” adalah kumpulan data dan informasi yang bersatu. Sedangkan secara istilah, yang dimaksud dengan “kitab Allah” adalah kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para rasul-Nya, sebagai rahmat dan petunjuk bagi umat manusia atau hamba Nya untuk mecapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Taurat
Ini adalah kitab yang diturunkan kepada Musa, nabi Allah, -saw. Allah berfirman, yang artinya adalah, “Setelah Kami membinasakan generasi-generasi sebelumnya, Kami menganugerahkan Kitab kepada Musa – sumber penerangan bagi manusia dan petunjuk serta rahmat – agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-Qasas/Kisah: 43)
Allah menurunkan Taurat dalam bentuk tulisan yang ditulis pada lembaran-lembaran tertentu, seluruhnya. Allah berfirman, yang artinya adalah, “Dan Kami jadikan untuk Musa dalam loh-loh itu segala peringatan dan petunjuk tentang segala sesuatu” (Al-A’raf/The Height: 145). Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Artinya lembaran-lembaran Taurat.”
Diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang percakapan antara Musa dan Adam sallallahu ‘alaihi wa sallam. Adam berkata, “Kamu adalah orang yang dipilih Allah untuk Pesan-Nya dan yang Dia pilih untuk diri-Nya sendiri dan kepada siapa Dia menurunkan Taurat (Taurat).” (HR. Al Bukhari no. 6240 dan Muslim no. 13)
Taurat adalah kitab yang paling menonjol dan tertinggi bagi keturunan Israel. Ia melaksanakan perincian hukum mereka yang diturunkan melalui nabi Musa. Hukum ini juga diterapkan oleh para nabo seperti keturunan Israel setelahnya. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Taurat yang didalamnya ada petunjuk dan cahaya. Dengan demikian para Nabi – yang telah menyerahkan diri (kepada Allah) – menjadi hakim bagi kaum Yahudi; begitu pula para ulama dan fuqaha. Mereka berhukum dengan Kitab Allah karena mereka telah dipercayakan untuk memeliharanya dan menjadi saksinya.” (Al-Ma’ida/The Table Spread: 44)
Pelajaran penting yang didapat dari ayat itu adalah bahwa pemeliharaan Taurat dipercayakan kepada para ahli hukum Bani Israil. “Karena mereka telah dipercayakan untuk menyimpannya,” bunyi dari sebagian ayat tersebut, dan inilah yang menjadi alasan mengara hukum Taurat dapat diubah oleh manusia.
Mazmur (Zabur)
Mazmur adalah kitab yang diturunkan kepada Daud, nabi Allah, saw. Allah berfirman, yang artinya adalah, “Dan Kami berikan kepada Daud Zabur.” (An-Nisa/Wanita: 163)
Kitab Mazmur, tidak seperti Taurat, hanya berisi doa (do’aa), dzikir, pujian kepada Allah, dan dzikir lain yang telah diajarkan Allah kepada Daud (David) -saw. Tidak ada penjelasan tentang hukum hal-hal yang legal atau ilegal, atau hukum lainnya. Inilah pernyataan Imam Qatada ketika menafsirkan ayat 163 dari Surat An Nisa’ (Perempuan), beliau berkata, “Kami, murid para sahabat (tabi’in) mengatakan bahwa Mazmur hanya berisi doa-doa yang telah diajarkan Allah kepada Daud, memuji dan berbicara tinggi tentang Allah Ta’ala. Itu tidak mengandung apa pun tentang hal-hal yang sah, kewajiban, atau undang-undang apa pun. Hukum dan syariat yang dipraktikkan pada masa Daud adalah hukum Taurat, sehingga hukumnya serupa dengan hukum Musa as.”
Injil
Ini adalah kitab yang diturunkan kepada Isa, nabi Allah, saw, sebagai konfirmasi kebenaran Taurat, dan isinya sesuai dengan Taurat. Allah berfirman, yang artinya adalah, “Dan Kami mengutus Isa putra Maryam, setelah para nabi itu, untuk membenarkan kebenaran apa pun yang masih tersisa dari Taurat. Dan Kami berikan kepadanya Injil yang di dalamnya ada Petunjuk dan Cahaya, dan yang membenarkan kebenaran apa pun yang masih tersisa dari Taurat, dan Petunjuk dan Peringatan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Ma’ida/The Table Spread: 46)
Para Ulama telah menjelaskan bahwa Injil tidak berbeda dengan Taurat dalam isinya, tetapi untuk sejumlah kecil masalah hukum, yang didayung oleh keturunan Israel, seperti yang diturunkan Allah tentang perkataan Yesus yang artinya, “… halal bagimu sebagian dari yang diharamkan bagimu.” (Ali Imran/Keluarga Imran: 50)
Gulungan Musa dan Abraham
Ada 2 ayat yang menyebutkan tentang hal ini. Yang pertama adalah ketetapan Allah dalam surah An Najm (Bintang), yang artinya, “Apakah dia tidak diberitahu tentang apa yang ada di dalam gulungan Musa, dan tentang Ibrahim, yang hidup dalam amanah? (An-Najm/Bintang: 36-37)
Yang kedua adalah ketetapan Allah dalam Surat Al A’la (Yang Maha Tinggi), yang artinya, “Ini, memang, ada di Gulungan kuno, Gulungan Ibrahim dan Musa.” (Al-Ala/Yang Maha Tinggi: 18-19)
Al-Qur’an
Para ulama mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: Perintah (firman) Allah, yang dibawa oleh malaikat Jibril, kepada Nabi Muhammad -damai dan berkah Allah besertanya-, dalam bahasa arab, untuk disampaikan kepada semua orang. manusia, (isinya) tentang tuntunan agama, siapa yang membacanya akan diberi pahala, tidak mengandung kelemahan maupun kesalahan dari masa lalu hingga kini.
Penjelasan:
- Ketetapan Allah SWT: ketetapan lain yang bukan berasal dari Allah bukanlah bagian dari Al-Qur’an, seperti sabda Nabi Muhammad SAW.
- Dibawa oleh malaikat Jibril: ketetapan-Nya yang lain yang dibawa oleh malaikat selain Jibril bukanlah Al-Qur’an.
- (diturunkan) kepada Nabi Muhammad -damai dan berkah Allah besertanya- : ketetapan ilahi sebelumnya kepada nabi-nabi lain bukanlah bagian dari Al-Qur’an.
- Dalam bahasa arab: terjemahan Al-Qur’an ke bahasa lain bukanlah Al-Qur’an.
- Disampaikan kepada seluruh umat manusia: hidayah yang dibawanya berlaku untuk seluruh umat manusia, tanpa memandang perbedaan agama.
- Berisi tuntunan agama: demi manusia di dunia dan di akhirat.
- Pahala bagi yang membacanya: firman Tuhan (hadits qudsi) bukanlah bagian dari Al-Qur’an, karena membacanya tidak menghasilkan pahala bagi pembacanya.
Allah menurunkan Al-Qur’an secara bertahap kepada nabi-Nya, Muhammad -damai dan berkah Allah besertanya-. Allah berfirman, yang artinya, “Kami telah menurunkan Al-Qur’an beberapa bagian agar kamu membacanya kepada manusia secara perlahan dan dengan pertimbangan; dan (untuk alasan itu) Kami telah mengungkapkannya secara bertahap (sesuai dengan kesempatan tertentu).” (Al-Isra/Perjalanan Malam: 106)
Di antara kebijaksanaan di luar mode bertahap ini adalah:
- Untuk menguatkan semangat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang setia dalam mengajak orang untuk memeluk Islam, karena secara bertahap, nabi akan lebih sering melihat malaikat Jibril.
- Menjawab pertanyaan kaumnya, baik dari para sahabatnya maupun dari orang-orang kafir.
- Memberikan solusi dan jalan keluar dari masalah, baik dalam hubungan antar muslim maupun dengan kafir.
- Untuk memudahkan para sahabat dalam menghafal dan menulis Al-Qur’an.
- Untuk memfasilitasi nabi -damai dan berkah Allah besertanya- dalam panggilannya kepada orang-orang. Karena terkadang ada beberapa hukum yang diturunkan secara bertahap, seperti larangan memabukkan (khamr).
- Memungkinkan terjadinya nasakh dan mansukh, atau penghapusan hukum-hukum tertentu, yang sejalan dengan kebijaksanaan dan keadilan Allah. Allah tahu yang terbaik.
Akibat beriman kepada kitab-kitab Allah:
- Untuk mengetahui kebesaran dan perhatian Allah -semoga Dia Ta’ala dan Maha Suci- terhadap hamba-hamba-Nya, maka Dia menurunkan kitab itu untuk menjadi petunjuk bagi semua bangsa.
- Untuk mengetahui kebijaksanaan Allah, di bawah syariat atau hukum-Nya, di mana Dia menetapkan hukum yang sesuai dengan karakteristik setiap generasi. Allah berfirman, yang artinya, “Untuk masing-masing dari kamu telah Kami tetapkan hukum dan jalan hidup.” (Al-Ma’ida/The Table Spread: 48)
- Menambah rasa syukur kita atas setiap rezeki dari Allah.